9/18/2011
Shelkevalentine's : MTV Video Music Aid Japan 2011
9/17/2011
Untukmu, Sahabatku
Ada riga orang sahabat. Mereka ialah Amriyani, Rachel, dan Sisca. Mereka adalah sahabat sejak kecil. Mereka sangat senang sekali bermain bersama saat kecil. Namun, karena ayah Rachel harus pindah ke kota, Rachel dan kedua sahabatnya berpisah.
Sepuluh tahun kemudian, Rachel sudah beranjak dewasa, ia masuk ke SMA favorit di kota. Ia menjadi murid yang pintar dan pandai bergaul. Banyak sekali yang ingin menjadi temannya. Suatu hari, kelas Rachel dikejutkan dengan adanya siswa baru dari desa. Saat anak itu memasuki kelas Rachel, Rachel terkejut dan langsung berteriak, “Amriyani kan? Kamu Amriyani kan?!” Anak itu langsung menoleh ke arah Rachel dan ia juga terkejut, Rachel teman lamanya, kini mereka bisa bersatu lagi semenjak sepuluh ahun berpisah.
Bel istirahat berbunyi, Rachel dan Amriyani makan siang di kelas sambil membicarakan masa lalu mereka, “Sudah sepuluh tahun lamanya kita tidak berjumpa? Tapi wajahmu masih sama ya? Hahahaha!” ejek Rachel kepada Amriyani yang terkenal dengan senyumannya yang ramah itu. “Ah! Bisa saja kamu! Namanya juga takdir, hehe...” jawab Amriyani sambil tertawa kecil.
“Oh, iya! Bagaimana kabar Sisca?”
“Sisca...”
“Sisca kenapa? Dia baik-baik saja kan?” Amriyani hanya terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Karena Rachel yang terus ingin tahu, Amriyani pun menjelaskannya kepada Rachel, “Beberapa bulan yang lalu, Sisca mengirimku surat, katanya ia terkena kanker. Untuk berobat saja susahnya setengah mati, karena tidak punya biaya yang banyak. Kau tahu sendiri kan, Sisca memang tergolong orang tak mampu,” mendengar perkataan Amriyani, Rachel merasa sedih dengan keadaan sahabatnya itu. Karena kasihan, Rachel memikirkan cara untuk mendapatkan biaya sebanyak itu untuk mengobatinya, “Emm... Bagaimana kalau kita bantu mengumpulkan uang untuk Sisca?” tanya Rachel kepada Amriyani, “Nggak mungkin bisa terkumpul sebanyak itu!” jawab Amriyani yang menganggap ide Rachel adalah mustahil. Rachel terus meyakinkan Amriyani, “Demi sahabat kecil kita, Yan!” dan akhirnya Amriyani setuju untuk mencobanya terlebih dahulu kalau-kalau rencana Rachel berhasil.
Rachel dan Amriyani terus menerus mencari dana untuk pengobatan kanke Sisca. Setiap pulang sekolah, mereka selalu mencari uang demi sahabat mereka, sampai-sampai mereka sempat dikejar-kejar Kantib. Seminggu kemudian, mereka menghitung uang yang mereka dapat, “Dua ratus ribu, Chel! Ini sih masih kurang!” kata Amriyani sambil menyimpan uang yang mereka kumpulkan di sebuah kotak, “Aduh, kurang ya? Memangnya berapa sih?” tanya Rachel sambil mengusap keringatnya. “Emm... Jutaan, Chel! Ini masih dua ratus ribu!” jawab Amriyani dengan wajah melas, “Ya sudah, besok kita akan cari yang lebih banyak lagi!”
Keesokan harinya, mereka memikirkan strategi untuk mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Melamun di kelas sampai-sampai mereka nggak konsentrasi dalam pelajaran. Tiba-tiba, Amriyani berbisik kepada Rachel, “Bagaimana kalau minta izin ke kepala sekolah untuk mengumpulkan dana?” Rachel terkejut dan berpikir sekali lagi, “Boleh nggak?” tanya Rachel yang agak meragukan ide Amriyani. “Kita izin dulu, Chel! Ayo nanti setelah pelajaran ini selesai!” jawab Amriyani dengan semangat meyakinkan Rachel, akhirnya Rachel menyetujui pendapat Amriyani. Saat istirahat, mereka menghadap ke kepala sekolah untuk meminta izin menggalang dana untuk pengobatan Sisca, “Tolong izinkan kami, pak!” kata Amriyani yang terus memohon kepada kepala sekolah. Kepala sekolah terdiam melihat Rachel dan Amriyani sambil mengelus jenggotnya, “Hmmm... Boleh juga, saya menyetujui kalian berdua, nanti sepulang sekolah, akan saya umumkan kepada siswa-siswi sekolah ini,” kata kepala sekolah yang menyetujui ide Amriyani tersebut. Mereka berdua sangat senang karena akhirnya dapat menyelamatkan jiwa sahabatnya itu.
Dan kabar gembira untuk Amriyani, ide Amriyani tak sia-sia, banyak siswa-siswi yang memiliki kepedulian terhadap sesama, menyumbangkan uang yang jumlahnya tak sedikit. Tetapi ada yang menyumbang uang dengan menaruhnya di amplop, dan saat dibuka, seratus rupiah, lima ratus rupiah, bahkan ada yang kosong, “Ya ampun, sungguh ikhlas dan baik anak yang mengirimkan uang-uang ini, sampai-sampai amplop sumbangan berisi lima ratus, seratus, bahkan kosong!” kata Rachel sambil menunjukkan amplop-amplop tersebut kepada Amriyani, “Ya sudah tidak apa-apa, nanti juga ada balasannya!” jawab Amriyani sambil menghitung uang yang terkumpul. Sungguh tak sia-sia ide Amriyani, uang yang terkumpul bahkan lebih dari sejuta. Dengan senang, Amriyani dan Rachel memberikan uang-uang tersebut kepada kepala sekolah, “Oh? Benarkah? Kalau begitu, kita langsung saja ke sana ya? Agar uangnya tidak hilang! Amriyani, kau tahu kan tempat tinggal sahabatmu itu?” tanya kepala sekolah yang dengan senang hati menerima uang yang akan disumbangkan itu, “Ya, pak! Saya tahu! Lalu, bagaimana cara kita ke sana?”
“Naiklah ke mobilku, kita akan berangkat sekarang juga, jangan lupa izin ke guru!”
Dengan wajah gembira, Amriyani dan Rachel menuruti perintah kepala sekolah. Mereka berangkat ke tempat Sisca hari itu juga, dengan petunjuk alamat rumah dari surat yang Sisca kirim kepada Amriyani. Setibanya di rumah, kepala sekolah mengetuk pintu sebuah rumah yang sungguh tidak layak dihuni. Dan terbukalah pintu rumah tersebut, muncullah seorang wanita tua yang terbatuk-batuk. Ya, itulah ibunya Sisca, “Ada apa ya?” tanya ibunya Sisca tersebut dengan nada lirih, “Bu, masih ingat dengan kami kan?” tanya Amriyani. Ibu Sisca menatap Rachel dan Amriyani sambil mengingat-ingat siapa mereka, “Oh! Amriyani dan Sisca! Silahkan masuk!” jawab ibu itu sambil mempersilahkan Amriyani, Rachel, dan kepala sekolah masuk, “Oh, tidak usah, bu! Kami hanya ingin memberikan ini,” kata kepala sekolah sambil memberikan uang sumbangan yang berhasil dikumpulkan oleh Amriyani dan Rachel tersebut.
“Saya... Tidak bisa menerima uang ini, maaf.”
“Lho? Kenapa tidak mau, bu?” Amriyani dan Rachel terlihat bingung ketika ibunya Sisca menolak uang tersebut, “Sebaiknya kalian ikuti saya dulu, pasti kalian akan mengerti!” jawab ibunya Sisca lalu pergi ke sebuah tempat. Rachel, Amriyani, dan kepala sekolah yang mengikuti ibunya Sisca itu terkejut. Sebuah batu nisan berdiri di antara pepohonan yang besar, “Maafkan ibu ya, Amriyani... Rachel... Dan pak kepala sekolah... Sisca sudah meninggal...” kata ibunya Sisca sambil menahan air matanya yang hampir menetes itu. Amriyani dan Rachel syok mendengar perkataan ibunya Sisca. Mereka menangis karena melihat bahwa Sisca sudah ada di sebuah tempat yang berada di depan mereka. Pak kepala sekolah hanya bisa terdiam sambil menahan air mata. Sungguh, di luar dugaan mereka, Sisca sahabat mereka, telah pergi mendahului mereka...
***
Sudah beberapa tahun lamanya Sisca meninggal, ingatan tentang Sisca tak bisa terhapuskan dari ingatan Rachel dan Amriyani. Kini mereka sudah menjadi orang yang sukses. Walaupun sukses, mereka tak bisa melupakan ingatan mereka tentang Sisca, sahabat terbaik mereka. Setiap tahun, tak lupa mereka mengunjungi makam Sisca dan berdoa untuknya. Suatu hari, Rachel dan Amriyani mengunjungi makan Sisca dan berdoa...
Sisca,
Terima kasih ya, karena kau mau menjadi sahabatku.
Kini kami telah sukses.
Aku tahu kamu juga ingin seperti ini,
Tapi ini sudah takdir, Sis...
Tidak bisa diubah lagi...
Sebetulnya kami ingin sekali bertemu denganmu sekali lagi...
Kami rindu akan kebaikanmu...
Ya, walaupun kami telah menjadi orang yang seperti ini, kami tidak akan bisa melupakanmu!
Sisca,
Semoga kamu baik-baik saja ya di alam sana!
Inilah doa untukmu, sahabatku....
Cerpen By. Shelkevalentine (untuk tugas Bahasa Indonesia)
Cerpen ini adalah buatan sendiri, dilarang menjiplak atau meniru cerpen ini, ini adalah buatan ASLI pemilik blog ini. Terima kasih atas perhatiannya.
Happy Birthday My Best Friend!
Pokoknya happy birthday to you, Yuki! (Ehm... Igna...)
9/08/2011
Lebaran Ala Hey! Say! JUMP
Berkumandanglah takbiran diseluruh dunia. Dengan semangat yang fitri ini, mereka melakuka takbiran. Ada yang takbiran keliling menggunakan truk sampah dan hanya melakukan takbiran di tempat shalat ied saja.
Karena saat itu malam takbiran, personil Hey! Say! JUMP yang saat itu ada jadwal manggung di Indonesia dengan gembira merayakannya.
“MERDEKA!!”, teriak Yuto yang saat itu sedang mengunyah makan malamnya. Karena suaranya terdengar cempreng di telinga, dengan segera Yamada menyumpal mulut Yuto dengan daging olahan asli dari peternakan sapi di Majalengka (?). “Shut up! Ini bukan lagi semangat 17-an! Udah kemarin!”, kata Yamada membenarkan ucapan Yuto. “On no, lagi-lagi aku salah... MINAL AIDZIN WA---“, karena Yuto kembali berulah, Yamada langsung saja menyumpal mulut Yuto lagi dengan daging tadi. “Eh, udahan dong! Kasihan Yuto, nanti bibirnya dower!”, kata Chinen sambil menyantap sate ayam. “Bibirmuu doweeerr~~”, oh lagi-lagi... Yuto menunjukkan ke-autisannya itu sambil joget dan mulut penuh makanan. “JOROK!”, teriak Hikaru sambil pamer jidat.
Sesudah makan, mereka segera beristirahat untuk show besok. Pembagian kamar pun dilakukan. Dan hasilnya adalah: Chinen dan Yamada, Yabu dan Inoo, Keito dan Yuto, Ryu dan Hikaru, dan... Takaki forever alone...
“Kok aku sendiri, sih?!”, omel Takaki yang merasa kesepian itu.
“Cabalyups! Hidup itu susah!”, jawab Yabu dengan santainya.
“Yabu benar!”, kata Inoo yang sepertinya setuju dengan kekasihnya pasangannya itu. Dengan segera mereka tidur di kamar yang sudah ditentukan. Pagi harinya, yang pertama bangun adalah Takaki yang semalaman nggak bisa tidur itu. Karena semua masih terlelap, Takaki akhirnya mengambil toa masjid (?) dekat penginapan itu. Karena dia anak baik, Takaki meminta ijin ke pak Ustadz untuk meminjam toa masjid tersebut. “Hey! Say! JUMP bangun ayo bangun! Hey! Say! JUMP bangun!”, teriak Takaki yang menggunakan toa masjid untuk membangunkan mereka dengan gaya pedagang bakso keliling. CKLAK! Pintu kamar salah satu personil Hey! Say! JUMP terbuka dan keluarlah keito dengan wajah melas. Karena Takaki yang bergaya seperti pedagang bakso, Keito pun ngelindur sambil berkata, “Pesan bakso satu mangkuk, pedas, nggak pakai lama....” JLEB! Tertekanlah batin Takaki! Dengan segera ia menampar Keito untuk menyadarkannya. PLAK! Akhirnya Keito sadar juga. Dengan kesal Takaki berkata, “Kamu gitu ih...” sambil melangkah pergi ke masjid untuk mengembalikan toa yang ia pinjam. Keito hanya melongo bingung dengan wajah April Mop-nya.
Saat semua bangun, segeralah mereka menuju ke ruang makan untuk makan pagi. Tetapi hidangan kali ini berbeda dari biasanya, hidangan hari ini adalah opor ayam, ketupat, pisang goreng, dan sebagainya. “WAH! Menu Lebaran nih! Asyiiik!!”, dengan girang Yuto segera mengambil barisan paling depan mengambil sarapan. “Opor? Belum pernah aku coba!”, kata Ryu yang sedang membaca nama lauk dan segera mengambilnya. “Eh, aku ambilin ya opornya!”, kata Inoo kepada Yabu yang saat itu mendapat giliran terakhir antre. “Eh? Nggak usah! Biar aku saja!”, jawab Yabu malu-malu. “Nggak apalah ya? Ayolah... Lagi suasana lebaran nih...”, kata Inoo selaku istrinya Yabu yang memaksa Yabu untuk ia lakukan. Yabu malu-malu sambil menganggukka kepala.
“ITADAKIMASU!”, dengan kompak mereka menyantap sarapannya. Terasa sekali suasana lebaran di sana, tapi... Tampaklah juga wajah Takaki yang daritadi cemberut. Keito yang merasa bersalah berusaha meminta maaf kepada Takaki. Tapi, daritadi Takaki menolak permintaan maaf Keito. Melihat kejadian itu, Yuto, Hikaru, dan Yamada menghampiri mereka. “Ada apa, Takaki?”, tanya Hikaru bingung. “Keito rese ah...”, jawab Takaki. “Yaelah, kenapa sini cerita! Kita kan pren!”, kata Yamada dengan santainya. “Anu, tadi aku mau bangunin kalian pagi-pagi... Nah, Keito datang sambil ngelindur, ngejek aku tukang bakso gitu! Pesen bakso gitu!”, kata Takaki menceritakan kejadian tadi pagi.
“Oh mein gott.... Ternyata Cuma masalah kecil! Gini deh sekarang, di bulan ini.... Maksudku, hari ini hari apa?”, tanya Yamada dengan gaya seorang Ustadz.
“Hari Rabu...”
“Bukan, maksudku hari ini Idul Fitri kan?”
“Tuh udah tahu, masih aja nanya...”
“....”, dengan penuh kesabaran meladeni Takaki, Ustadz (?) Yamada pun berbicara, “Di hari ini, kita harus saling memaafkan! Dendam harus dihapuskan! Nggak boleh ada dendam di antara kita! Jadi, ayo bermaafan!”
“Tapi pak Ustadz...”
“Don’t call me Ustadz. I’m not Ustadz...”
“Wakarimashita... Keito, gomenasai!”, Takaki mengulurkan tangannya ke arah Keito. Dan akhirnya mereka saling bermaafan.
“Nah! Gini kan kekeluargaanya kerasa!”, kata Hikaru senang.
“Iya, btw... Oppa Johnny belum aku kirim SMS met Idul Fitri!”
“Eh, iya! Perwakilan aja deh! Yuto, kamu kan banyak pulsa, SMS-in ya?”
“Sippu!”
Inilah suasana lebaran Hey! Say! JUMP di Indonesia yang secara INI NGARANG. Bagaimana dengan kalian? Btw... Author mengucapkan...
MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN!